Ta’mir Masjid
Nur Rohmah
Perumahan
Batik Keris (RW.05) – Banaran Baru – Grogol – Sukoharjo 57193
premonoreksoputro@gmail.com –
masjidnurrohmah.blogspot.com
Telephone
: 0815 7845 5055
Panduan Praktis Ilmu Tajwid
Tajwid secara
bahasa berasal dari kata jawwada, yujawwidu,
tajwidan, yang artinya membaguskan atau membuat jadi bagus. Tajwid
juga diartikan sebagai sesuatu yang mendatangkan kebajikan.
Secara istilah tajwid diartikan sebagai ilmu yang memberikan segala pengertian tentang huruf (Hijaa-Iyyah), baik hak-hak huruf (haqqul harf) maupun hukum-hukum baru yang timbul setelah hak-hak huruf dipenuhi, yang terdiri atas sifat-sifat huruf, hukum-hukum madd, tarqiq, tafkhim, dll.
Hukum mempelajari Ilmu Tajwid memang Fardhu Kifayah, tapi membaca Al-Quran dengan Tajwid menurut jumhur ‘ulama hukumnya Fardhu ‘Ain
Secara istilah tajwid diartikan sebagai ilmu yang memberikan segala pengertian tentang huruf (Hijaa-Iyyah), baik hak-hak huruf (haqqul harf) maupun hukum-hukum baru yang timbul setelah hak-hak huruf dipenuhi, yang terdiri atas sifat-sifat huruf, hukum-hukum madd, tarqiq, tafkhim, dll.
Hukum mempelajari Ilmu Tajwid memang Fardhu Kifayah, tapi membaca Al-Quran dengan Tajwid menurut jumhur ‘ulama hukumnya Fardhu ‘Ain
15. Hukum Madd.
a.Madd yang mesti dibaca 2
harakat: Bila setelah madd, tidak berupa hambyah,
tasdid, huruf mati. (ء – ّ – ْ ).
1)
Madd Thabi’i – Ashli : Hukum madd yang tidak dikenai sebab, seperti hamzah atau sukun. (S1:5), (S1:7); (S2:2).
2)
Madd Badal (pengganti): berkumpulnya huruf madd dengan hamzah (ء).dalam kalimat, tetapi posisi hamzah lebih dahulu dari
huruf madd. (S2:136), (S2:183), (S3:173), (S106:2).
3)
Madd Tamkin
(tetap/penetapan): bertemunya dua huruf ya’ (يْ يِّ) dalam satu kata, ya’ yang pertama berharakat kasrah
dan bertasydid, sedang ya’ yang kedua berharakat sukun (mati). (S4:86), (S83:18), (S2:177),
(S3:79), (S5:111).
4)
Madd ‘Iwadl : dua fathah dibaca satu jika dihentikan (diwaqaf). (S33:1) dst.
5)
Madd Lazim Harfi
Mukhoffaf : apabila huruf – huruf (Fawatihus
Suwar) nya terdiri dari 2 ejaan hurufnya. Ada 5 huruf: (ر – ه – ط – ي – ح).
à(S41:1), (S36:1),
(S20:1), (S19:1), (S13:1)
6)
Madd Shilah Qoshiroh (hubungan – pendek): apabila sebelum ha’ (dlamir) ada
huruf yang berharakat dan disyaratkan tidak disambungkan dengan huruf
berikutnya, dan tidak pula bertemu dengan hamzah
yang berharakat.
à(S100:6), (S86:8),
(S86:13), (S101:9), (S96:17–18).
Ada 3 syarat:
a) Sebelum ha’ dlamir harus ada huruf
yang berharakat.(bukan huruf yang bersukun).
(فَكَذَّبُوْهُ) – (اِلَيْهِ) – (عَنْهُ) – (مِنْهُ) – (فِيْهِ) – (بَنِيْهِ)
b) Ha’ dlamir tidak disambungkan atau
tidak dibaca bersambung dengan kalimat berikutnya atau tidak di-idghaam-kan.
(الْاَعْلٰى رَبِّهِ) – (الْمُلْكُ لَهُ) – (الْحَقُّ اَنَّهُ)
c) Ha’ dlamir tidak bertemu
dengan huruf hamzah.
(اَزْوَاجًا لَه) – (اَخْلَدَهُ مَلَه) – (اِلَّا لَه وَمَا)
b. Madd yang mesti dibaca
4 – 5 harakat: Bila setelah madd, berupa hambyah dan di
atasnya ada tanda bendera.
(ء – ٓ).
1) Madd Shilah Thawilah : Secara bahasa thawilah artinya panjang.
Menurut istilah apabila setelah ha’
(dlamir- baik dlammah maupun kasah) terdapat hamzah qath’i. àdipanjangkan 5 harakat
(2 ½ Alif). (S2:255), (S7:3), (S15:88), (S24:17), (S89:26).
2) Madd Wajib Muttashil : Secara bahasa madd artinya panjang.
Wajib artinya harus (dipanjangkan). Muttashil artinya bersambung (dengan
hamzah). Menurut istilah madd wajib Muttashil adalah apabila Madd (Ashli) dan
hamzah (bertemu dalam satu kata). àwajib dipanjangkan 5
harakat (2 ½ Alif). (S2:5), (S3:134), (S4:43).
3) Madd Jaa-iz Munfashil : Secara bahasa madd
artinya panjang. Jaa-iz artinya boleh (boleh dipanjangkan lebih dari 2 harakat).
Munfashil artinya terpisah (antara huruf madd dengan hamzah). Menurut istilah Madd
Jaa-iz Munfashil adalah apabila huruf Madd (Ashli) pada satu kata bertemu dengan
hamzah di kata yang lainnya. àboleh dipanjangkan 2 harakat = 1 Alif
(Hadr), 4 harakat = 2 Alif (Tadwir), 5 harakat = 2 ½ Alif (Tartil)~ (S95:4), (S97:1),
(S109:2).
4) Madd ‘Aaridl lis Sukuun : Secara bahasa madd
artinya panjang. ‘aaridl artinya baru/tiba-tiba ada. Sukuun artinya bersukun/mati.
Menurut istilah Madd ‘Aaridl lis Sukun adalah Pemberhentian(waqaf) bacaan pada
akhir kata/kalimat, sedangkan huruf sebelum huruf yang diwaqafkan itu merupakan
salah satu dari huruf-huruf Madd Thabi’i , (alif, wau, ya’). Cara membaca : 6
harakat = 3 Alif (Thuul), 4 harakat = 2 Alif (Tawassuth), 2 harakat = 1 Alif (Qashr)
~ (S2:196), (S2:104), (S27:81).
5) Madd Lin : Secara bahasa madd artinya panjang. Lin
artinya lunak. Menurut istilah Lin adalah Wau dan Ya’ berharakat sukun dan
huruf sebelumnya berharakat fathah. Cara membaca : seperti madd ‘aaridl lis
sukun yaitu 2, 4, 6 harakat. Tidak
boleh dikeraskan dengan menekan suara pada kedua huruf Lin, yaitu wau dan ya’.
Sesuai maknanya, lin harus diucapkan dengan lunak dan lembut. (S2:187), (S3:26),
(S6:159), (S106:4).
Huruf Lin : terjadi apabila huruf wau dan ya’ dalam
keadaan bersukun dengan huruf sebelumnya berharakat fat-hah dibaca
washal atau tidak di-waqaf-kan.
a)
Huruf Lin yang mesti di-washal-kan
selamanya : (S3:167), (S4:17), (S4:95), (S14:28), (S37:49), (90:18).
b)
Lin yang bisa di-waqaf-kan tetapi dibaca washal : (S2:2), (S106:1), (S106:3).
c. Madd yang mesti dibaca 6
harakat: Bila setelah madd, huruf bertasdid atau huruf mati / bersukun dan di atasnya ada bendera.
1) Madd Farq : Secara bahasa pembeda (membedakan).
Menurut istilah bacaan panjang yang berfungsi untuk membedakan kalimat istifhaam (pertanyaan) dan khabar
(keterangan). Karena jika tidak dibedakan dengan madd, kalimat istifhaam akan
disangka kalimat khabar, padahal hamzah tersebut adalah hamzah istifhaam.
Tatkala kita melafalkan hamzah istifhaam kemudian ditasdidkan pada huruf
idghaam Syamsyiyah di kalimat berikutnya àdi dalam Al Qur’an hanya
terdapat di 4 tempat (S6:143), (S6:144),
(S10:59), (S27:59).
2) Madd Laazim Kalimi Mukhaffaf : Secara bahasa madd
artinya panjang. Laazim artinya pasti (harus dibaca panjang). Kalimi artinya kalimat
(yakni terjadinya pada kalimat). Mukhaffaf artinya ringan, karena tidak terjadi
idgham. Menurut istilah apabila setelah huruf madd terdapat huruf yang bersukun
dan tidak ada idgham. à hanya ada di 2 tempat (S10:51), (S10:91).
3) Madd Laazim Kalimi Mutsaqqal : Secara bahasa madd
artinya panjang. Laazim artinya pasti (harus dibaca panjang). Kalimi artinya
kalimat (yakni terjadinya pada kalimat). Mutsaqqal artinya berat, karena
terjadi Idgham. Menurut istilah adanya huruf bertasydid setelah Madd Ashli.
Kemudian huruf yang bertasydid itupun harus berada dalam satu kata dengan huruf
Madd (Ashli). àboleh dipanjangkan ~ (S1:7), (S24:45), (S34:28),
(S69:1), (S79:34).
4) Madd Laazim Harfi Musyba’ Mukhaffaf : Secara bahasa madd
artinya panjang. Laazim artinya pasti (harus dibaca panjang). Harfi artinya huruf
(yakni terjadinya pada huruf). Musyba’ artinya penuh. Mukhaffaf artinya ringan,
karena tidak terjadi idgham. Apabila (huruf setelah madd dalam ejaan huruf
fawaatihus suwar) tidak di-idgham-kan. à (S19:1), (S42:1), (S41:1),
(S38:1), (S36:1).
5) Madd Laazim Harfi Musyba’ Mutsaqqal : Secara bahasa madd
artinya panjang. Laazim artinya pasti (harus dibaca panjang). Harfi artinya
huruf (yakni terjadinya pada huruf). Musyba’ artinya penuh. Mutsaqqal artinya
berat, karena terjadi Idgham. Apabila (huruf setelah madd dalam ejaan huruf
fawaatihus suwar) di-idgham-kan. à (S13:1), (S2:1), (S3:1),
(S26:1), (S7:1).
Cara
membaca hamzah washal di awal kalimat.
1.
Dibaca dengan harakat “a” (fathah) : apabila diikuti huruf
“Lam”. à
(S Al Fatihah (1) : 2) ~
الْعٰلَمِيْنَ رَبِّ لِلهِ الحَمْدُ.
2.
Dibaca dengan harakat “u” (dhomah) : apabila tidak diikuti huruf “Lam” dan harakat pertama setelah hamzah washal adalah dhomah. à رَبِّك سَبِيْلِ اِلىٰ ادْعُوْا
3.
Dibaca dengan harakat “i” (kasrah) : apabila tidak ada unsur pertama dan kedua serta
harakat pertama setelah hamzah washal adalah kasrah. à
(S Al Fatihah (1) : 6) ~
الْمُسْتَقِيْمَ الصِّرَاطَ نَا اهْدِ
(S Al Fajr (89) : 29) ~ مَّرْضِيَّةً رَاضِيَةً رَبِّكِ
اِلٰى ارْجِعِيْ
~ نَهُمْ اَيْمَا وْا اتَّخَذُ
Kecuali à (S Al Ahqaf (46) : 4) ~
نِيْ ئْتُوْا
6. Hukum Nun Bersukun dan Tanwin.
Pengertian :
Nun bersukun adalah huruf nun yang
bertanda sukun (نْ). Dikenal pula dengan sebutan “nun
mati”, maksudnya huruf nun yang dalam keadaan mati atau bersukun. à (S5:3), (S15:82), (S18:50),
(S3:199), (S17:83), (S26:63), (S65:4), (S72:27).
Tanwin merupakan tanda harakat rangkap dari fat-hah, kasrah, dan dlammah.
à كِتَابً – كِتَابٍ – كِتَابٌ
Beda pokok antara Nun bersukun dan
tanwin adalah Nun bersukun tetap nyata dalam penulisan maupun pengucapan, baik
ketika washal maupun waqaf. Sedangkan tanwin tetap nyata (terdengar) dalam
pengucapan dan ketika washal, tidak dalam penulisan maupun waqaf.
Ada 4 hukum
yang muncul tatkala nun bersukun atau tanwin bertemu dengan huruf hijaa-iyyah.
a. Izh-haar Halqi : menurut bahasa izhaar adalah
al-bayan artinya jelas. Sedangkan halqi artinya tenggorokan. Menurut istilah
mengeluarkan setiap huruf dari makhrajnya tanpa memakai sengau / dengung pada
huruf yang di izh-har-kan. Apabila nun bersukun atau tanwin menghadapi salah
satu dari huruf (halq) yang enam maka dinamakan Izh-haar
Halqi. (ه غ ع خ ح ء)
à(S2:62), (S2:181), (S2:225),
(S6:26), (S7:43), (S13:7), (S14:26), (S17:44), (S22:21), (S96:2), (S113:5).
b. Idhgham : menurut bahasa memasukkan sesuatu
ke dalam sesuatu. Menurut istilah bertemunya huruf yang bersukun dengan huruf
yang berharakat sehingga kedua huruf tersebut menjadi satu huruf dan huruf yang
kedua menjadi bertasydid. Selanjutnya lisan mengucapkan dua huruf tersebut
dengan sekali ucapan. Apabila nun bersukun atau tanwin menghadapi salah satu
dari huruf yang enam, maka dinamakan Idgham. (ن و ل م ر ي)
1). Idhgham bi Ghunnah : secara bahasa idgham artinya memasukkan, bi ghunnah
dengan sengau/dengung.
Apabila nun bersukun atau tanwin bertemu dengan salah satu dari huruf (Idgham) yang
empat, maka dinamakan Idgham bi Ghunnah.(ن و م ي).
à(S2:107), (S2:114),
(S2:230), (S3:45), (S4:123), (S7:131), (S9:13), (S16:53).
Pengecualian :
Idgham bi Ghunnah hanya terjadi pada pada nun bersukun atau
tanwin yang berbeda kata dengan
huruf-huruf Idgham bi Ghunnah yang dihadapinya. Kalau dalam satu kata dinamakan
Izh-har
Muthlaq. Alasannya takut
tertukar dengan kalimat Mudla’af (penggandaan
huruf).
à(S2:85), (S6:99),
(S13:4), (S61:4).
Idhgham bi La Ghunnah : secara bahasa idgham artinya memasukkan, bi la ghunnah tidak dengan sengau/dengung. Apabila nun bersukun atau tanwin bertemu dengan
salah satu dari huruf (Idgham) yang dua, maka dinamakan Idgham bi
La Ghunnah.(ر ل)
à(S2:173), (S3:8),
(S3:133), (S93:4).
c. Iqlab : menurut bahasa memindahkan
sesuatu dari bentuk asalnya (kepada bentuk lain). Menurut istilah menjadikan
suatu huruf kepada makhraj huruf lain seraya tetap menjaga ghunnah / sengau
pada huruf yang ditukar. Apabila nun bersukun atau tanwin bertemu dengan huruf (ب) , maka keduanya ditukar kepada (م), tetapi hanya dalam bentuk suara,
tidak dalam tulisan.
à(S2:77), (S19:92), (S30:36).
d. Ikhfa’ : menurut bahasa as-satru artinya samar atau tertutup.
Menurut istilah mengucapkan huruf dengan sifat antara Izh-har dan Idgham tanpa
tasydid dan dengan menjaga ghunnah pada huruf yang di-ikhfa’-kan. Apabila nun
bersukun atau tanwin menghadapi salah satu dari huruf-huruf Ikhfa’ yang berjumlah lima belas, maka
dinamakan ikhfa’ Haqiqi. (ص ذ ث ك ج ش ق س د ط ز ف
ت ض ظ).
1). Ikhfa’ Ab’ad : Ab’ad artinya paling jauh. Berasal dari kata بَعُدَ . Terjadi apabila nun bersukun atau
tanwin menghadapi salah satu dari dua huruf Ikhfa’
, ق ك
Paduan nun bersukun atau
tanwin ketika menghadapi huruf qaf dan kaf akan menghasilkan
bunyi “ng”
à(S2:4), (S2:232), (S17:9),
(S94:3).
2). Ikhfa’ Aqrab : Aqrab artinya paling dekat. Berasal dari kata قَرُبَ . Terjadi apabila nun bersukun atau
tanwin menghadapi salah satu dari tiga huruf Ikhfa’ , د ط ت
Suara yang dihasilkan
dari Ikhfa’ Aqrab mendekati bunyi “n”
à(S2:22), (S7:49), (S22:72),
(S53:3), (S76:26), (S78:34).
3). Ikhfa’ Ausath : Ausath artinya pertengahan. Berasal dari kata وَسَطَ . Terjadi apabila nun bersukun atau
tanwin menghadapi salah satu dari sepuluh huruf Ikhfa’ ,
ف ظ ض ص ش س ز ذ ج ث
Suara yang dihasilkan
dari Ikhfa’ Ausath mendekati bunyi “ny”
yang lebih dekat ke suara sengau dari
pangkal hidung.
à(S2:44), (S6:160), (S7:54),
(S10:19), (S11:82), (S13:5), (S14:5), (S18:110), (S20:124), (S25:23), (S86:13),
(S94:7), (S98:1), (S113:2).
e.
Nun Shagir lil Washl.
Tanwin menghadapi salah satu
dari dua hal berikut ini :
1. Alif-lam washl.
2.
Huruf yang bersukun.
Nun shagir lil washl
artinya nun kecil untuk washl. Tanda nun kecil pada mushaf al qur’an yang
ditulis di antara dua lafazh yang dibaca washl. Nun kecil tersebut sebenarnya
hanyalah tambahan guna memudahkan para qari dalam menghubungkan dua lafazh yang
di-washal-kan.
Nun Shagir lil Washl
tatkala tanwin menghadapi alif-lam washal.
à (S2:180), (S18:88), (S35:34-35),
(S36:79-80), (S53:50), (S112:1-2).
Cara membacanya dengan
memindahkan suara nun bersukun pada tanwin menjadi bunyi nun yang berharakat
kasrah ketika bacaan di-washal-kan. Sementara itu huruf yang bertanwin tadi
menjadi hilang tanwinnya dan berganti dengan harakat biasa (tanpa tanin). Yang
dlamah tanwin mnjadi dlammah saja, dan yang fathah tanwinmnjadi fathah saja
(tanpa madd).
Nun Shagir lil Washl
ketika tanwin menghadapi huruf yang bersukun.
à (S12:8-9), (S14:26),
(S35:42-43), (S62:11).
7. Hukum Mim Bersukun.
Hukum Mim bersukun adalah tiga hukum yang
muncul tatkala mim bersukun (مْ) menghadapi huruf huruf hija-iyyah.
a. Ikhfa’ Syafawi – Ikhfa’ berarti samar. Syafawi berarti bibir. Terjadi jika : pertama apabila
huruf ba’ (ب) berada setelah mim yang bersukun (مْ). Terjadi diantara dua kata. Ketiga terjadinya proses ghunnah.
Cara membacanya dengan
suara yang samar antara mim dan ba’ pada bibir, kemudian ditahan kira-kira dua
ketukan seraya mengeluarkan suara ikhfa’ dari pangkal hidung, bukan dari mulut.
à (S2:8), (S5:42), (S105:4).
b. Idgham Mimi – disebut juga Idgham
Mutamatsilain. Dinamakan Idgham Mimi karena dalam proses Idgham-nya huruf mim
dimasukkan kepada huruf mim pula. Pengertian Idgham Mimi ialah memasukkan mim pertama ke mim kedua, sehingga kedua
mim tersebut menjadi satu mim yang bertasydid, dengan tasydid yang agak lemah
untuk mewujudkan ghunnah.
Cara membacanya dengan memasukkan
suara mim yang bersukun kepada mim berharakat yang ada di hadapannya. Suara
di-ghunnah-kan seccara sempurnna tiga harakat dengan suara ghunnah yang keluar
dari pangkal hidung.
à (S2:92), (S18:32), (S106:8).
c. Izh-har Syafawi – Izh-har artinya jelas
atau terang. Syafawi artinya bibir. Apabila mim bersukun (مْ) bertemu dengan huruf
hija-iyyah selaij ba’ dan mim.
Cara membacanya dengan
suara yang jelas dan terang, yakni pada saat mengucapkan huruf mim dengan cara
merapatkan bibir. Kejelasan pengucapannya cukup satu ketukan, tidak boleh
lebih. Karena jika lebih, dikhawatirkan akan berubah menjadi Ikhfa’ atau
Ghunnah.
à (S1:7), (S2:3), (S2:62),
(S2:177), (S3:7), (S4:9), (S4:25), (S6:130), (S23:17), (S25:17), (S32:11),
(S56:87), (S72:7), (S79:27), (S83:33), (S86:17), (S86:20), (S94:1), (S98:6),
(S98:7), (S98:8), (S105:1), (S106:2), (S109:6).
Hendaklah berhati-hati
ketika (mim bersukun) mnghadapi wau dan fa’, janganlah sampai di-Ikhfa’-kan
karena adanya kedekatan dan kesatuan (makhraj). Maka ketahuilah.
à (S1:7), (S2:114),
(S2:178), (S2:257), (S67:11), (S67:23).
8. Hukum Idgham.
Hukum Idgham adalah tiga hukum yang
muncul tatkala yang sama, sejenis, atau berdekatan makhraj atau sifat-sifatnya
saling bersamaan.
Pengertian
Idgham. Menurut
bahasa memasukkan sesuatu ke dalam sesuatu. Menurut istilah mengucapkan dua
huruf mejadi satu huruf, sedangkan huruf yang kedua menjadi bertasydid.
Menurut
sumber lain meleburkan dua huruf yang sama, berdekatan, atau sejenis yang salah
satunya dimasukkan kepada huruf yang lain, sehingga menjadi satu huruf yang
bertasydid dan menjadi satu pula dalam pengucapan.
a. Idgham Mutamatsilain – artinya dua hal yang
sama. Bertemunya dua huruf yang sama
, baik makhraj maupun sifatnya.
Cara membacanya dengan
memasukkan huruf yang pertama kepada huruf yang kedua sehingga menjadi satu
huruf dalam pengucapan, bukan dalam penulisan. Cara memasuk kan huruf dilakukan
dengan mentasydidkan huruf yang kedua. Bila proses idgham terjadi pada huruf
qalqalah, maka suara qalqalahnya menjadi tidak tampak.
à (S2:60), (S5:61), (S21:87), (S2:88).
Pengecualian :
Idgham Mutamatsilain tidak berlaku ketika huruf wau bertemu dengan
wau, dan huruf ya’ hanya terjadi pada pada nun bersukun atau tanwin yang berbeda kata denga ya’.
à(S3:200), (S90:14.
b. Idgham Mutajanisain – artinya dua hal yang
sejenis. Bertemunya dua huruf yang
sama makhrajnya, tetapi berbeda sifatnya.
1) م ب à berasal dari makhraj
asy-Syafatain (dua bibir).
2) د ط ت à berasal dari makhraj
al-Lisan, tepatnya pada ujung lidah yang bertemu dengan ushulits tsanayal ‘ulya
(pangkal gigi seri atas).
3) ث ظ ذ berasal dari makhraj
al-Lisan, tepatnya pada ujung lidah yang bertemu dengan athrafits tsanayal
‘ulya (ujung gigi seri atas).
Cara membacanya dengan
memasukkan suara huruf yang pertama kepada huruf yang kedua sehingga menjadi
satu huruf dalam pengucapan, bukan dalam penulisan. Cara memasuk kan huruf
dilakukan dengan mentasydidkan huruf yang kedua, sehingga huruf yang pertama
diabaikan pengucapannya. Bila proses idgham terjadi pada huruf qalqalah atau
hams, maka kedua sifat tersebut tidak akan tampak, karena telah dileburkan
makhraj dan sifatnya kepada huruf yang kedua.
à (S4:64), (S5:28), (S7:176), (S10:89),
(S11:42), (S17:8), (S33:13).
c. Idgham Mutaqaribain – artinya dua hal yang berdekatan. Bertemunya dua huruf yang berdekatan makhrajnya, tetapi berbeda sifatnya.
Cara membacanya dengan
memasukkan suara huruf yang pertama kepada huruf yang kedua sehingga menjadi
satu huruf dalam pengucapan, bukan dalam penulisan. Cara memasukkan huruf
dilakukan dengan mentasydidkan huruf yang kedua, sehingga huruf yang pertama
diabaikan pengucapannya. Bila proses idgham terjadi pada huruf qalqalah atau
hams, maka kedua sifat tersebut tidak akan tampak, karena telah dileburkan
makhraj dan sifatnya kepada huruf yang kedua.
à (S2:92), (S9:128), (S23:93),
(S58:1), (S77:20), (S91:11).
Perbedaan
dan Pembagian masing-masing Idgham.
Hukum Idgham
|
Makhraj Huruf
|
Sifat Huruf
|
Hukum Membacanya
|
Mutamatsilain
|
Sama
|
Sama
|
Wajib
|
Mutamajisain
|
Sama
|
Berbeda
|
Jaiz
|
Mutaqaribain
|
Berbeda
|
Berbeda
|
Jaiz
|
1. Idgham Shaghir – Apabila huruf yang
pertama bersukun, sedangkan huruf yang kedua dalam keadaan berharakat. Terjadi
sedikit proses (qillatul ‘amal) ketika terjadi peng-idgham-an.
a. Qalb, proses
menukar suara huruf pertama (yang bersukun) kepada huruf kedua (yang
berharakat).
b. Idkhal, proses
memasukkan huruf pertama kepada yang kedua, baik dari segi makhraj maupun
sifat.
2. Idgham Kabir – Apabila kedua huruf
yang di-idgham-kan dalam dalam keadaan berharakat. Terjadi banyak proses
(katsratul ‘amal) ketika terjadi peng-idgham-an.
a. Iskan, proses
penyukunan huruf hidup yang akan di-idgham-kan.
b. Qalb, proses
menukar suara huruf pertama kepada huruf kedua.
c. Idkhal, proses
memasukkan huruf pertama kepada yang kedua, baik dari segi makhraj maupun
sifat.
Idgham Mutamatsilain Shaghir. à (S5:61), (S21:87).
Idgham Mutamatsilain Kabir.à (S2:37), (S2:200), (S2:255).
Idgham Mutajanisain Shaghir.à (S4:64), (S11:42).
Idgham Mutajanisain Kabir.à (S2:284), (S3:14),
(S4:156), (S16:91).
Idgham Mutaqaribain Shaghir.à (S23:93), (S77:20).
Idgham Mutaqaribain Kabir.à (S3:117), (S15:65),
(S40:34).
9. Hukum Mim dan Nun Bertasydid.
Hukum Mim dan Nun bertsydid adalah “Ghunnah Musyaddadah”.
Menurut Bahasa artinya sengau (dengung). Musyaddadah artinya bertasydid
atau memakai tasydid.
Menurut pengeritan, suara yang jelas (dan nyaring) yang keluar dari
al-Khaisyum (pangkal hidung) dengan tidak menggunakan lidah pada waktu
mengucapkannya.
Cara membacanya dengan menghentakkan
suara mim atau nun yang bertasydid, lalu dibaca sengau atau didengungkan secara
nyata ke pangkal hidung, selama dua sampai tiga harakat / ketukan.
à (S2:17), (S21:92), (S95:5), (S3:8), (S17:91), (S86:19).
10. Hukum Lam Ta’rif.
Lam Ta’rif (ال) adalah lam yang masuk pada isim (kata benda) dan di dahului oleh hamzah washal.
1. Alif-Lam Qamariyyah – disebut juga Izh-har qamariyyah , terjadi apabila alif-lam
bertemu dengan salah satu huruf qamariyyah.
Qamariyyah diambil dari kata qamar (bulan). Harus dibaca dengan jelas
dan terang, laksana memandang bulan. Disebut izh-har qamariyyah karena alif-lam menghadapi huruf-huruf
qamariyyah, harus dibaca izh-har atau jelas. Dalam penulisannya, memakai tanda
sukun pada huruf lam sebagai tanda bahwa huruf tersebut harus dibaca jelas dan
terang.
Berjumlah 14. (ه م ي ق ع ف خ و ك ج ح غ
ب ء)
à (S108:3), (S98:6),
(S10:107), (S6:57), (S7:74), (S2:108), (S5:35), (S3:26), (S3:4), (S1:2), (S101:1),
(S6:152), (S59:23), (S2:120).
2. Alif-Lam Syamsiyyah – disebut juga Idgham syamsiyyah , terjadi apabila
alif-lam bertemu dengan salah satu huruf syamsiyyah. Syamsiyyah diambil dari kata syamsun (matahari).
Harus dibaca dengan samar, laksana memandang matahari. Disebut idgham syamsiyyah karena suara alif-lam di-idgham-kan
(dimasukkan) ke dalam huruf syamsiyyah yang ada di hadapannya. Akibatnya suara
alif-lam menjadi hilang karena ditukar dengan huruf syamsiyyah. Dalam
penulisannya, memakai tanda tasydid pada huruf syamsiyyah yang berada di depan
alif-lam. Sebagai tanda bahwa bunyi alif-lam hilang karena di-idgham-kan kepada
huruf tersebut.
Berjumlah 14. (ل ش ز ظ س د ن ذ ض ت ر ص
ث ط)
à (S86:1), (S4:11), (S59:8), (S55:1),
(S102:1), (S93:1), (S15:6), (S78:2), (S45:24), (S4:94), (S13:16), (S2:43), (S2:36),
(S2:164).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar