Al Ikhlas, 22 Juli 2012
1.
Qala
Rasulullahi SAW, majtama
aqoumun fii baiitimin buyutillah, yatluna kitaballahi, wayatadarallahu bainahum
ila nazalat ‘alihi sakiina, wa ghasyah humu rahmah, wahabbat humul malikah, wadzakara
humullahu fiiman ‘indah.(Rawahu Muslim). Apabila suatu kaum
berkumpul dalam suatu majlis Al Qur’an, mereka membaca Al Qur’an, mereka
mengkaji Al Qur’an, akan turun kepada mereka 4 hal, yang pertama as sakiinah (ketenangan) dari Allah SWT,
yang ke dua akan turun kepada mereka ar
rahmah, rahmat Allah SWT, yang ke tiga akan mendapatkan liputan daripada malaikat – dirinya akan selalu dijaga
oleh para malaikat, yang ke empatnya akan selalu dipuji oleh Allah SWT, ada di
makhluk yang ada di sekitarnya.
2.
Yang
penting dalam pidato adalah bukan panjang tetapi isi, begitulah dengan umur
kita, yang penting bukan panjangnya tetapi bagaimana mengisi umur kita dengan
sebaik-baiknya. Kita baca, kita pahami dan kita jalani, itulah sikap kita dengan
Al Qur’an dalam mengisi sisa umur kita. Betapa banyak orang meninggal dunia
tidak memahami Al Qur’an. Marilah kita belajar memahami Al Qur’an, mudah-mudahan
Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk memahami Al Qur’an.
3.
Boleh
jadi waktu didunia memiliki pengacara termahal, tapi nanti di yaumul akhir ia
tidak bisa membela kita. Siapa yang akan jadi pembela, siapa yang akan jadi
pengacara kita nanti, di hari kiamat, di hari perhitungan, tidak lain salah satunya
adalah Al Qur’an akan jadi syafaat, Al Qur’an akan jadi penolong, Al Qur’an
akan jadi pembela kita. Maka bacalah Al Qur’an, pahami Al Qur’an, amalkan Al
Qur’an di dalam kehidupan kita, insya’ Allah dia akan membela kita dari setiap
dosa dan kesalahan kita agar kita bisa memasuki surga yang sangat kita damba.
4.
Marilah
kita belajar untuk memahami Al Qur’an. Al ijtihadu asasun najah – bersungguh-sungguh adalah
pangkal kesuksesan. Nasehat ini memberikan kepada kita satu sinar, bahwa
kesungguhan untuk memahami Al Qur’an bisa
mewujudkan cita-cita anda memahami Al Qur’an. Sungguh-sungguhlah dalam belajar,
focus, focus dan focus itu kunci kesuksesan di dalam mempelajari Al Qur’an.
S. Al Kahfi (18) : 27.
Teguran kepada Nabi agar jangan mementingkan
orang-orang terkemuka saja dalam berdakwah.
Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu
kitab Tuhanmu (Al Quran). Tidak ada (seorangpun) yang dapat merobah
kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung
selain dari padaNya.
Allah berfirman seraya memerintahkan Rasul-Nya untuk membaca Kitab-Nya
yang mulia serta menyampaikan kepada ummat manusia.
Mubaddila
likalimatihi – tidak
ada (seorangpun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya. Maksudnya tidak
ada yang dapat merubah, menyelewengkan dan menghapusnya.
Wa lan
tajida min duunihi multahadaa – dan kamu
tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari-Nya. Dari Mujahid, ia mengemukakan : Multahadan berarti
tempat berlindung, dan Qatadah mengartikan penolong. Sedangkan Ibnu
Jarir mengatakan : Jika engkau, hai Muhammad, tidak membaca apa yang telah Aku
wahyukan kepadamu dari Kitab Rabb-mu, maka tidak ada tempat berlindung bagimu
dari Allah Ta’ala.
1.
Nabi
bersabda, Aafatul
‘ilmi nisyyaan, wa ‘idlaatu wa ayu kadzitsa bihi ghaira ahlih – Rusaknya
ilmu karena lupa, menyia-nyiakannya adalah karena mebicarakannya kepada yang
bukan ahlinya. Maka jangan biarkan, ilmu
untuk memahami Al Qur’an kita biarkan lupa. Maka hafalkan setiap pelajaran yang
kita pelajari, insya’ Allah, Allah akan memelihara hafalan kita, Allah akan
membuat kita faham, dan kita bisa mengamalkan dalam kehidupan kita.
2.
Dengan
ilmu hidup menjadi mudah,
dengan seni
hidup menjadi indah,
dengan Al Qur’an
hidup kita akan jadi terarah. Tanpa ilmu hidup terasa hambar, tanpa
seni hidup terasa kasar, tanpa Al Qur’an hidup kita akan kesasar. Betapa banyak
orang yang kesasar, orang yang kehilangan arah karena jauh dari Al Qur’an.
Marilah kita baca, kita pahami
3.
Nabi
Muhammad SAW memberikan kepada kita peringatan, Idza ahabba ahadukum, ayyuhaditsa rabbah,
falyaqro’ul qur’an – jika salah seorang diantara kalian ingin berdialog
dengan Tuhannya, maka bacalah Al Qur’an. Handphone alat komunikasi kita dengan
relasi, tapi alat komunikasi kita dengan Allah adalah Al Qur’an. Baca, pahami,
jalankan Al Quran dalam kehidupan kita, maka akan mendekatkan hubungan kita
dengan Allah SWT.
S. Al 'Ankabut (29) :45.
AL
QUR'AN MENSUCIKAN JIWA MANUSIA
Shalat mencegah kejahatan.
Shalat mencegah kejahatan.
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al
Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah
(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Allah berfirman memerintahkan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman
untuk mentilawahkan al-Quran, yaitu membacanya dan menyampaikanya kepada
umat manusia.
Wa
akimishsholaata innaashsholaata tanhaa ‘anilfahsyaaaai wal munkari
waladzikrullaahi akbaru. Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu
mencegah perbuatan keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah itu lebih
besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah lain), yaitu, sesungguhnya shalat
mencakup dua hal : meninggalkan berbagai kekejian dan kemungkaran, dimana
menjaganya dapat membawa sikap meninggalkan hal-hal tersebut.
Di dalam sebuah hadits yang berasal dari riwayat ‘Imran dan Ibnu ‘Abbas
secara marfu’ dijelaskan : manlam tanhahu shalaatuhu
‘anilfahsyaai walmunkari lam tazid hu minallaahu illaa bu’daa.
Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar,
maka tidak akan dapat menambahkannya dari Allah melainkan semakin jauh. (HR.
Ath-Thabrani).
Shalat mencakup
pula upaya mengingat Allah Ta’ala, itulah tujuan yang paling besar. Untuk itu, Allah Ta’ala berfirman :
Waladzikrullaahi akbaru – Dan sesungguhnya mengingat Allah itu lebih
besar, yaitu lebih besar daripada yang pertama.
Wallaahu
ya’lamu maa tashna’uuna – Dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan, yaitu, Dia Mahamengetahui seluruh amal perbuatan dan perkataan
kalian. Abul ‘Aliyah berkata tentang firman Allah Inna
shshalaata tanhaa ‘anilfahsyaaaai wal munkari. Sesungguhnya shalat itu
mencegah perbuatan keji dan munkar.
Sesungguhnya shalat itu memiliki tiga pokok. Setiap shalat yang tidak
memiliki salah satu dari tiga pokok itu, maka hal itu bukanlah shalat, Ikhlas, khasy-yah(rasa takut), dan mengingat Allah. Ikhlas memerintahkannya kepada
yang ma’ruf. Khasy-yah – mencegahnya dari yang munkar dan mnegingat
Allah adalah al-Quran yang
memerintah dan melarangnya.
‘Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu ‘Abbas tentang firman Allah Waladzikrullaahi akbaru – dan sesungguhnya mengingat
Allah itu lebih besar, sesungguhnya ingatnya Allah kepada hamba-hamba-Nya
lebih besar jika mereka mengingat-Nya dibandingkan dengan ingat mereka kepada-Nya.
Demikian yang diriwayatkan oleh banyak orang dari ‘Ibnu Abbas serta dikatakan
pula oleh Mujahid dll.
Dari Ibnu ‘Abbas pula tentang firman-Nya Allah Waladzikrullaahi akbaru – dan sesungguhnya mengingat
Allah itu lebih besar, dia berkata : Maknanya memiliki dua hal; mengingat
Allah tentang apa yang diharamkan-Nya dan ingatnya Allah kepada kalian lebih
besar daripada ingat kalian kepada Allah.
1.
Al
ujratu biqadri masakhah - pahala itu sebanding dengan tingkat kesulitan. Maka
kalau anda merasa kesulitan, insya Allah tidak akan tertukar sebanding dengan
pahala yang akan kita dapatkan nanti, senantiasa rajin, hafalkan dalam belajar
memahami Al Qur’an, insya’ Allah, Allah akan memberikan kemudahan.
2.
Ahabul
a’ma ilallah adzwamuhu wa idzqala – Amal
yang paling dicintai Allah ialah dikerjakan
terus menerus,
meskipun sedikit. Walaupun sedikit
anda mempelajari tentang ilmu memahami Al Qur’an, sedikit demi sedikit, tapi
terus tiap hari kita hafalkan, dan tiap hari kita praktekkan, insya’ Allah,
Allah akan memberikan kemudahan kepada kita untuk memahami Al Qur’an.
S. An Naml (27) : 91 – 92.
Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri
ini (Mekah) Yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu,
dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.
Allah SWT
berfirman mengabarkan kepada Rasul-Nya serta memerintahkannya untuk mengatakan
: Innamaaaa umirtu an a’buda robba haadzihi lbaldati
lladzii harra mahaa wa lahu kullu syaiin – Aku hanya diperintahkan untuk
beribadah kepada Rabb negeri ini (Makkah) Yang telah menjadikannya suci dan
kepunyaan-Nyalah segala sesuatu, menyandarkan Rububiyyah-Nya kepada sebuah
negeri sebagai cara penghormatan dan perhatian terhadapnya (Makkah).
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman : S. Al Quraisy (106) :
3 – 4.
Maka
hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah).
Yang
telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan
mereka dari ketakutan.
Firman Allah Alladzii harramahaa –
Yang telah menjadikannya suci, yakni yang menjadikannya tanah haram menurut
hukum syar’i dan memberikan nilai yang tinggi dengan penghormatan Allah
terhadapnya.
Sebagaimana telah
tetap di dalam ash-Shahihain, bahwa
Ibnu ‘Abbas berkata : Rasulullah saw bersabda pada hari Fat-hu Makkah : Inna haadzaa lbalada harramahu lloohu yauma kholaqa
ssamawaati walardza fahuwa haraamun bihurmati llaahi ilaa yaumi lqiyaamati, laa
yu’dlodu syau kuhu wa laa yunaffaru wa laa yaltaqithu luqthotahu ilaa man
‘arrafahaa walaa yukhtalaa kholaa haa – Sesungguhnya negeri ini telah
diharamkan oleh Allah sejak hari penciptaan langit dan bumi. Maka, dia adalah
haram dengan kehormatan Allah hingga hari Kiamat. Tidak boleh dipotong durinya,
tidak boleh diburu binatang buruannya, dan tidak boleh diambil barang barang
temuannya kecuali untuk orang yang akan mengumumkannya dan tidak boleh dipotong
tumbuh-tumbuhannya. (Al-Hadits).
Di dalam
kitab-kitab Shahih, kitab-kitab Hasan dan kitab-kitab Musnad dari jalur periwayatan jama’ah
disebutkan bahwa ayat-ayat tersebut bermakna qath’i sebagaimana dijelaskan di
dalam pembahasan mengenai ayat-ayat tersebut pada kitab-kitab hukum. Hanya
milik Allah segala puja dan puji.
Firman Allah :
Walahu kullu syaiin – Dan kepunyaan-Nyalah segala sesuatu, termasuk bab ‘athaf umum dari
yang khusus, yakni Dialah Rabb negeri ini serta Rabb dan Raja segala sesuatu,
tidak ada ilah kecuali Dia.
Wa umirtu an akuuna mina lmuslimiiiin – Dan aku diperintahkan agar
aku termasuk orang-orang yang berserah diri, yaitu
orang-orang yang bertauhid, ikhlas dan tunduk kepada perintah-perintah-Nya
serta taat kepada-Nya.
Dan
supaya aku membacakan Al Quran (kepada manusia). Maka barangsiapa yang mendapat
petunjuk maka sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk (kebaikan)
dirinya, dan barangsiapa yang sesat maka katakanlah: "Sesungguhnya aku
(ini) tidak lain hanyalah salah seorang pemberi peringatan."
Firman-Nya : Wa an atluwa lqur
aana – Dan agar aku membacakan al-Qur-an, yaitu kepada manusia,
dimana aku sampaikan hal itu kepada mereka. Aku seorang penyampai dan pemberi
peringatan.
Famanihtadaa fainnamaa yahtadii linafsihi wa man
dlolla faqul innamaaaa anaa mina lmundziriiiin – Maka barangsiapa yang mendapat petunjuk, maka
sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk dirinya. Dan barangsiapa yang
sesat, maka katakanlah : Sesungguhnya aku ini tidak lain hanyalah salah seorang
pemberi peringatan, yakni aku memiliki suri tauladan dengan para Rasul
yang memberi peringatan kepada kaum mereka dan menegakkan kewajiban atas mereka
dalam menunaikan risalah serta menyelesaikan tugas mereka.
Sedangkan
perhitungan ummat-ummat mereka kembali kepada Allah Ta’ala, seperti firman
Allah Ta’ala : S. Ar Ra’d (13) : 40.
Dan jika Kami perlihatkan kepadamu sebahagian (siksa)
yang Kami ancamkan kepada mereka atau Kami wafatkan kamu (hal itu tidak penting
bagimu) karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedang Kami-lah
yang menghisab amalan mereka.
1.
Ihfadz
‘alashounil qulubi minal ‘adab, fashola kuka ba’da takatsur ya’syur – peliharalah kesucian hati dari suatu penyakit,
karena memperbaikinya setelah rusak adalah sulit. Jagalah
kesucian hati kita dengan membaca Al Qur’an dan belajar memahami Al Qur’an,
insya’ Allah maka kita akan disucikan hati kita oleh Allah, dilembutkan hati
kita oleh Allah, sehingga kita akan lebih merasa tenang dan tentram dalam
kehidupan kita.
2.
Idza
arada antu tha’a fasal masta tha’a –
jika ingin ditaati orang, perintahlah sekemampuannya. Maka kita bisa
membaca apa sebenarnya yang disanggupi oleh dia, perintahlah apa yang
disanggupi oleh dia, maka insya Allah kita akan ditaati oleh dia, maka sikap seperti
ini hanya akan dimiliki dengan kelembutan hati, sifat lapang dada yang kita miliki,
maka lembutkanlah hati kita dengan membaca Al Qur’an,
3.
Idza
aradda anta’ riffa qadraka, ‘indahu fangjur, fii maadza yuqimuka – jika ingin tahu kedudukanmu di sisi–Nya, maka
perhatikanlah kedudukan–Dia di hatimu, jika ingin tahu kedudukanmu di sisi
Allah, perhatikanlah kedudukan Allah di hatimu, jika ingin tahu kedudukan kita
di sisi Al Qur’an, maka perhatikan kedudukan Al Qur’an di hati kita.
Lima (5) kewajiban muslim
terhadap al qur’an :
1. Mengimani
2. Membaca
3. Memahami
4. Mengamalkan
5. Mendakwahkan
Membaca Al Qur’an :
1. Dengan
tartil
2. Dengan
khusu’
3. Menharapkan
rahmah Allah SWT
4. Dengan
Fasih
5. Dengan
suara yang bagus
Kenapa Anda
sebagai warga Muslim diharuskan untuk belajar membaca Alquran?
Karena
selain Alquran merupakan kitab suci umat Islam, Alquran juga membawa banyak
sekali keutamaan bagi para pembacanya.
Keutamaan
yang paling besar ialah bahwa ia adalah kalam Allah, yang pujian terhadapnya telah
difirmankan Allah di beberapa ayat seperti berikut.
Al-An’am : 92
Dan ini (Al Quran) adalah kitab yang telah Kami
turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya[492]
dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan
orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya
kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Quran) dan mereka selalu
memelihara sembahyangnya. (Al-An’am: 92).
Wa hādzā
kitābun (dan ini adalah kitab), yakni al-Quran.
Aηzalnāhu
(yang telah Kami Turunkan), yakni Kami telah Menurunkan Jibril a.s. untuk
membawanya.
Mubārakun
(yang diberkahi), yakni di dalamnya terdapat ampunan dan rahmat bagi
orang-orang yang mengimaninya.
Mushaddiqul
ladzī baina yadaihi (yang membenarkan [kitab-kitab] yang ada
sebelumnya), yakni yang sesuai dengan kitab Taurat, Injil, Zabur, dan semua
kitab, menyangkut persoalan tauhid serta sifat dan gambaran Nabi Muhammad saw..
Wa li
tuηdzira (dan agar kalian memberi peringatan), yakni agar kalian
menakut-nakuti dengan al-Quran.
Ummal
qurā (kepada Ummul Qura), yakni penduduk Mekah. Ada yang
berpendapat, ummul qurā adalah dusun-dusun besar. Menurut satu pendapat,
disebut Ummul Qura karena bumi terbentang di bawahnya.
Wa man
haulahā (dan orang-orang yang ada di sekitarnya), yakni di seluruh
negeri.
Wal
ladzīna yu’minūna bil ākhirati (dan orang-orang yang beriman pada
adanya akhirat), yakni adanya kebangkitan sesudah mati dan kenikmatan surga.
Yu’minūna
bihī (tentulah beriman padanya), yakni kepada Muhammad saw. dan
al-Quran.
Wa hum
‘alā shalātihim (dan mereka, terhadap shalatnya), yakni terhadap
waktu-waktu shalat yang lima waktu.
Yuhāfizhūn
(senantiasa memelihara).
Al-Isra’ : 9
Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada
(jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min
yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar, (Al-Isra’: 9).
Inna
hādzāl qur-āna yahdī (sesungguhnya al-Quran ini memberi petunjuk),
yakni menunjukkan.
Lil latī
hiya aqwamu (pada yang lebih lurus), yakni pada yang lebih benar,
yaitu kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah. Ada juga pendapat, menunjukkan
pada yang lebih jelas.
Wa
yubasy-syirul mu’minīna (dan memberikan berita gembira kepada kaum
Mukminin) yang ikhlas dalam beriman.
Alladzīna
ya‘malūnash shālihāti (yang mengerjakan amal-amal saleh), yakni amal
yang berhubungan dengan Rabb mereka.
Anna
lahum ajrang kabīrā (bahwa bagi mereka adalah ganjaran yang besar),
yakni pahala yang besar dan berlimpah ruah di dalam surga.
Fushshilat: 41
Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al Quran
ketika Al Quran itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka), dan
sesungguhnya Al Quran itu adalah kitab yang mulia.
(Fushshilat: 41).
Innal
ladzīna kafarū bidz dzikri (sesungguhnya orang-orang yang
mengingkari peringatan), yakni al-Quran.
Lammā
jā-ahum (ketika ia datang kepada mereka), yakni ketika Nabi Muhammad
saw. datang membawa al-Quran kepada mereka — mereka adalah Abu Jahl dan kawan-kawannya,
mereka akan mendapatkan neraka Jahannam di akhirat.
Wa innahū
(dan sesungguhnya ia), yakni al-Quran.
La
kitābun ‘azīz (benar-benar merupakan Kitab yang mulia), luhur dan
terhormat.
Dari hadits Utsman bin
Affan r.a., bahwa Nabi saw. bersabda,
Sebaik-baik
orang di antara kalian adalah yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya.” (HR
Bukhari).
Cara belajar baca Alquran yang baik juga mendatangkan manfaat dan keutamaan bagi
Anda, diantaranya adalah sebagai berikut:
Dari Anas r.a.,
dia berkata, Rasulullah saw. bersabda :
“Sesungguhnya
Allah mempunyai dua ahli di antara manusia.”
Mereka
bertanya, “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?”
Beliau
menjawab, “Ahli Alquran adalah ahli (tentang) Allah orang-Nya yang khusus.” (HR
An-Nasai, Ahmad, dan Ibnu Majah).
Dalam hadits
yang lain disebutkan bahwa Nabi saw. bersabda, Allah tidak mengazab hati yang memperhatikan
Alquran.
Dari Ibnu Umar r.a.,
dari Nabi saw., beliau bersabda: “Dikatakan kepada orang yang berteman dengan
Alquran, ‘Bacalah dan bacalah sekali lagi serta bacalah secara tartil, seperti
yang engkau lakukan di dunia, karena manzilahmu (kedudukan) terletak di akhir ayat yang engkau
baca.” (HR Tirmizi, Abu Daud, Ahmad, Al-Baghawi, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim).
Dari Buraidah r.a.,
Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya Alquran bertemu temannya pada hari kiamat
saat kuburnya dikuak dalam rupa orang laki-laki yang pucat. Dia (Alquran dalam
rupa laki-laki pucat) bertanya, ‘Apakah engkau mengenalku ?’
Dia
menjawab, ‘Aku tidak mengenalmu.’
Alquran
berkata, ‘Aku adalah temanmu, Alquran, yang membuatmu kehausan pada siang hari
yang panas dan membuatmu berjaga pada malam hari. Sesungguhnya setiap pedagang
itu mengharapkan hasil perdagangannya, dan sesungguhnya pada hari ini aku
adalah milikmu dari hasil seluruh perdagangan.’
Lalu dia
memberikan hak milik orang itu dengan tangan kanan Alquran dan memberikan
keabadian dengan tangan kirinya, sedangkan bapaknya (Alquran) mengenakan dua
pakaian yang tidak kuat disangga dunia.
Kedua
pakaian itu bertanya, ‘Karena apa kami engkau kenakan ?’
Ada yang
menjawab, ‘Karena peranan anakmu Alquran.’
Kemudian
dikatakan kepada orang itu, ‘Bacalah sambil naik ke tingkatan-tingkatan surga
dan bilik-biliknya.’ Maka, dia naik sesuai dengan apa yang dibacanya, baik
dibaca dengan cepat atau secara tartil.” (HR Ahmad dan Ad-Darimi).
Cara belajar baca Alquran tidak boleh sembarangan karena ada beberapa syarat dan
cara baca yang akan berbeda artinya jika dilafalkan dengan cara yang berbeda
atau salah. Hadist yang menunjukkan keutamaannya juga bisa dilihat dalam
beberapa hadist berikut.
Ibnu Mas’ud r.a. berkata, “Orang yang membaca
Alquran harus tahu waktu malamnya saat manusia tidur, waktu siangnya saat
mereka makan, kedukaannya saat mereka bergembira, tangisnya saat mereka
tertawa, diamnya saat mereka bersuara gaduh, dan khusunya saat mereka
berhura-hura. Namun begitu, dia tidak boleh bersikap kasar, kaku, dan lupa
diri.”
Al-Fudhail r.a. berkata, “Orang yang membawa
(membaca) Alquran sama dengan orang yang membawa panji Islam. Dia tidak perlu
bercanda dengan orang-orang yang suka bercanda, berkumpul dengan orang-orang
yang suka bermain-main, sebagai bentuk pengagungan terhadap Allah.”
Al-Imam Ahmad bin Hambal rhm. berkata, “Aku pernah bermimpi
bertemu Rabbul-Izzati dalam tidur. Aku bertanya kepada-Nya, ‘Ya, Rabi, apakah
sesuatu yang bisa dipergunakan orang-orang untuk mendekatkan diri kepada-Mu?’
Dia
menjawab, ‘Dengan kalam-Ku wahai Ahmad.’
Aku bertanya
lagi, ‘Dengan disertai pemahaman ataukah tanpa disertai pemahaman?’
Dia
menjawab, ‘Dengan pemahaman ataukah tanpa pemahaman’.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar